Ketika korupsi sering terjadi di dalam masyarakat dan masyarakat menganggap korupsi sebagai hal yang biasa, maka korupsi akan mengakar dalam masyarakat sehingga menjadi norma sosial budaya.
Norma sosial merupakan kesepakatan pemahaman atas perilaku yang dipandang harus dilakukan, boleh dilakukan, atau tidak boleh dilakukan dalam suatu lingkup masyarakat (Ostrom, 2000).
Hasil dari penelitian Fisman dan Miguel (2008) mengungkapkan bahwa diplomat di New York yang berasal dari negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung lebih banyak melakukan pelanggaran parkir dibanding diplomat yang berasal dari negara dengan tingkat korupsi rendah. Ketika masyarakat permisif terhadap korupsi, maka semakin banyak individu yang melanggar norma antikorupsi atau melakukan korupsi dan semakin rendah rasa bersalah. Kondisi ini dapat menciptakan jebakan korupsi (curruption trap).
Korupsi masih dianggap sebagai kejahatan tidak berbahaya dan dinilai sebagai hal yang biasa dalam masyarakat, dengan cara pandang ini menyebabkan tingkat korupsi di Indonesia tergolong masih tinggi.
Dampak Lain Korupsi
Yamamura, Andres dan Katsaiti (2012) mengidentifikasi dampak korupsi terhadap tingkat bunuh diri masyarakat suatu negara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa korupsi dapat meningkatkan jumlah bunuh diri.
Transmisi dampak korupsi terhadap tingkat bunuh diri adalah pengurangan pembelanjaan publik terutama untuk sektor kesehatan mental dan psikis berpengaruh positif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga meningkatkan jumlah bunuh diri.
Selain dampak korupsi terhadap tingkat bunuh diri, Arvin dan Lew (2014) menemukan bahwa korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat. Channelingnya adalah bahwa dampak negatif korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan menyebabkan masyarakat tidak bahagia.
Dampak Korupsi di Sektor Swasta
Berdasarkan putusan MA, korupsi yang dilakukan oleh swasta mencapai 26,22%, menduduki posisi kedua setelah korupsi yang dilakukan oleh ASN (43,64%).
Kasus korupsi yang seringkali
dilakukan oleh pihak swasta kepada sektor publik adalah membayar atau berjanji
akan membayar uang (suap) kepada pihak publik untuk mendapatkan keuntungan atau
menghindari sebuah kerugian perusahaan.
Suap yang dibayarkan oleh perusahaan ini menyebabkan tingginya biaya transaksi perusahaan. Sehingga untuk menutupi biaya suap (biaya transaksi) yang cukup besar ini, perusahaan cenderung untuk memproduksi barang/jasa kurang berkualitas untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dalam rangka menutupi biaya transaksi yang sudah cukup besar.
Munculnya kepentingan perusahaan
dalam kampanye politik akan menyebabkan adanya money politic dan biaya politik
menjadi semakin besar. Perusahaan memberikan sumbangan dana terhadap kegiatan
partai politik tertentu dengan tujuan bahwa nantinya jika partai politik
tersebut berkuasa, maka perusahaan dapat mengambil keuntungan atau menghindari
kerugian melalui pemanfaatan implementasi kebijakan oleh politisi terpilih dari
partai politik yang dibiayai oleh perusahaan tersebut (Argandona, 2003).
Dampak korupsi yang paling besar disebabkan oleh korupsi yang dilakukan perusahaan adalah terciptanya state captures corruption. Di mana state captures corruption merupakan korupsi yang disebabkan oleh penyalahgunaan kewenangan pemerintah dalam membuat kebijakan dan undang-undang yang memberikan keuntungan bagi korporasi dan kebijakan tersebut inefisien bagi masyarakat.
Dampak korupsi yang dilakukan oleh
sektor swasta adalah:
1. Terciptanya/munculnya perusahaan berkualitas
rendah.
2. Menurunnya tingkat investasi perusahaan.
3. Terciptanya kompetisi pasar tidak
sempurna.
4. Munculnya adverse selection dalam
pasar dan terciptanya pasar lemon.
5. Menurunnya penerimaan optimal dari
sektor pajak.
6. Menurunkan tingkat kesejahteraan
masyarakat.
7. Melambatnya pertumbuhan ekonomi.
8. Terciptanya infrastruktur
berkualitas rendah.
9. Meningkatnya ketimpangan
pendapatan.
10. Terciptanya state captures corruption.
Post a Comment