DALIL PERINTAH HIDUP RUKUN DAN SALING MENGASIHI ANTAR SESAMA

Daftar Isi [Tampil]

PERINTAH HIDUP RUKUN DAN SALING MENGASIHI ANTAR SESAMA

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, dimana dalam kehidupannya pasti membutuhkan pertolongan dan bantuan orang lain. Tidak satu pun manusia yang mampu menjalani hidup di dunia ini dengan kesendiriannya.

Untuk itu kita harus berbaik hati, 
menanamkan rasa kasih sayang, saling mengasihi antar sesama tanpa harus melihat latar belakang agama atau apapun. Karena Allah pun tidak pernah melarang umat manusia untuk hidup berdampingan, rukun,
saling mengasihi dan menghormati antar
sesama.sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Mumtahanah ayat 8-9:
surat al-Mumtahanah ayat 8-9:

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang 
yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama, dan mengusir kamu dari negerimu, danmembantu (orang lain) untuk 
mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Qs. al-Mumtahanah: 8-9)

Selain itu juga, Rasulullah Saw. telah mengajarkan kepada kita semua untuk saling mengasihi dan menyayangi antar sesama,  meskipun berbeda agama, ras, suku, bangsa, dan budaya. Seperti yang  diterangkan dalam hadist shahih yang di riwayatkan oleh Imam Thabrani dalam kitab Mujamma’ az-Zawaid, juz 8, hal. 340, sebagai  berikut:
Kitab
Kitab

Dari Abi Musa ra. sesungguhnya dia mendengar bahwa Nabi Muhammad Saw. berkata: Tidak dikatakan orang beriman diantara kamu sekalian, sehingga  kalian saling mengasihi atau menyayangi. Sahabat berkata: Wahai Rasulullah kita semuanya (komunitas sahabat) sudah saling mengasihi. Rasulullah bersabda: Sesungguhnya kasih sayang itu bukan hanya diantara kamu saja,  tetapi kasih sayang kepada seluruh umat manusia dan alam semesta. (HR.  Thabrani, hadits shohih. Mujamma’ Az Zawaid, juz 8, hal. 340)

Begitu besar dan luas cerminan sikap kasih sayang yang diajarkan Islam kepada umat manusia, tidak hanya untuk golongannya sendiri, tetapi untuk seluruh makhluk di muka bumi ini, dan inilah yang disebut rahmatal lil alamin.
Dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh at-Thabrani juga disebutkan:
HR. At- Thabrani, al-Jami’ as-Shaghir, hal. 38

Nabi Muhammad bersabda: Tebarkanlah kasih sayang kepada semua orang
maka engkau akan dikasihi seluruh makhluk langit (para malaikat). (HR. At-
Thabrani, al-Jami’ as-Shaghir, hal. 38)

Oleh karena itu kita harus lebih teliti dan tanpa henti untuk selalu berbenah diri introspeksi, muhasabah dan terus meningkatkan kualitas pengetahuan agar supaya kita menjadi lebih luas dan lebih tepat jika menilai ataupun memputuskan suatu masalah.

Bayangkan jika kita hudup tanpa adanya rasa kasih dan sayang tanpa adanya toleransi kerukunan antar sesama baik ras, agama maupun budaya, maka dari itu ayolah wahai generasi milenial, anak-anak jaman now alangkah indahnya hidup bahagia saling menghormati.


PERBEDAAN ITU RAHMAH

Perbedaan yang ada dimuka bumi ini harus kita letakkan secara proporsional dan perlu kita hargai, karena bagaimanapun adanya perbedaan itu karena adanya izin Tuhan yang telah menciptakannya, dan yang pasti setiap perbedaan itu membawah ni’mah dan barokah  bagi kita semua yang mampu berfikirakan perbedaan itu sendiri.

Salah satu contohnya adalah: dalam menaggapi perbedaan berbagai  macam metode pembelajaran baca al -Qur’an yang berkembang di tengah-tengah masyarakat saat ini marilah kita coba membuka dan kita renungkan kembali lembaran Kitab Shohih Bukhari, juz 3, hal. 400-401 sebagai berikut: 
Kitab Shohih Bukhari, juz 3, hal. 400-401
Kelanjutan teks di atas

Sa’ad bin Uffair bercerita kepadaku (Imam Bukhori) dia berkata, al-Laits telah bercerita kepadaku al-Laits berkata, Uqoil bercerita kepadaku dari Ibnu Syihab dia berkata, Urwah bin Zubair bercerita kepadaku sesungguhnya Miswar bin Makhromah dan Abdurrohman bin Abdul Qori telah bercerita kepada Urwah bin Zubair sesungguhnya keduanya mendengar bahwa Umar bin Khattab berkata “Saya telah mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat al-Furqon dimasa hidup Rasulullah Saw. Dan ketika itu dia membaca berbagai huruf (dengan model bacaan) yang tidak pernah dibacakan atau diajarkan oleh Rasulullah Saw. kepadaku (Sayyidina Umar), maka aku mendekat menghampiri Hisyam dalam sholatnya, dan aku menunggunya sampai dia salam. Lalu aku menyeret Hisyam dengan surban di lehernya kemudian aku bertanya “Siapa yang membacakan atau mengajarkan surat yang telah aku dengar tadi ketika engkau membaca”. Hisyam menjawab: Rasulullah Saw. yang telah membacakan atau mengajarkan surat itu kepadaku, lalu Umar berkata: “Engkau berbohong (wahai Hisyam), sesungguhnya Rasulullah Saw. telah membacakan surat itu kepadaku tidak seperti yang telah engkau baca”. Setelah itu aku pergi mengajak Hisyam untuk menghadap kepada Rasulullah Saw. demi meluruskan perkara ini, dan aku berkata kepada Rasulullah Saw. “Sesungguhnya saya mendengar Hisyam membaca surat al-Furqon dengan model atau cara bacaan yang tidak pernah Engkau bacakan atau ajarkan kepadaku”. Rasulullah Saw. berkata: “Bacalah dengan tartil wahai Hisyam” lalu Hisyam membacakan surat al-Furqon dengan bacaan seperti yang saya dengar darinya di hadapan Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. bersabda “Seperti itulah surat itu diturunkan” kemudian Rasulullah Saw berkata“bacalah dengan tartil wahai Umar” maka aku membaca surat al-Furqon dengan bacaan yang telah beliau ajarkan kepadaku, lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Seperti itulah surat itu diturunkan” 


Sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan atas 7 macam bacaan, oleh karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Quran.

Dari hadits di atas dapat kita simpulkan bahwa betapa bijaksana Rasulullah dalam menanggapi setiap perbedaan, mengayomi umatnya dengan ilmunya tanpa membeda-bedakan. Beliau taburi perbedaan itu dengan mutiara akhlakul karimah, berwawasan luas dan bersikap luwes, dan merahmati seluruh alam semesta.

Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama belajar untuk mene-ladani beliau dengan selalu menghargai setiap perbedaan, tidak saling 
menghina antara satu dengan yang lainnya, terutama dalam masalah metode bacaan al-Qur’an, jangan sampai metode yang satu menyalah-kan metode yang lainnya, apalagi merasa paling unggul dan paling benar, karena dari bacaanya saja sudah terdapat berbagai macam bacaan, apalagi metodenya, yang pasti lebih banyak lagi.


Dengan demikian tercerminlah bahwa perbedaan pendapat itu wajib hukumnya bagi kita, dan itu tidak hanya berlaku di antara ulama’ saja, Nabipun juga berbeda pendapat sebagaimana Nabi Musa dengan Nabi khidzir yang berbeda pendapat, sampai-sampai Allah mengabadikan kisahnya di dalam al-Qur’an (lihat al-Qur’an surah al-Kahfi ayat 60 s/d 82), hal ini menunjukkan agar kita bisa mengambil gambaran dan contoh dari cerita tersebut bahwa perbedaan itu tidak bisa dihindari dan dihilangkan dalam kehidupan ini.

Oleh karena itu marilah kita saling menghormati dan menghargai setiap perbedaan, dengan mengutamakan mengevaluasi diri sendiri sebelum mengevaluasi orang lain, sehingga pada akhirnya perbedaan tersebut bisa membawa nikmat dan juga rahmah yang indah bagi kita. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Hasiyah al-Bujairami, juz 9, hal. 71, bahwa:Perbedaan
Sumber :

Ketinggalan informasi bikin kamu insecure, Sobat. Yuk, ikuti artikel terbaru Uqro dengan klik tombol bintang di Google News..alert-info

Post a Comment

Previous Post Next Post
close