Sudah Tahukah Kamu ? Tasawuf Itu Ada Dan di Mulai Oleh Abu Hasyim al-Kufi abad ke-3 H

Daftar Isi [Tampil]

Pada masa Rasulullah belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu adalah sebutan sahabat Nabi. Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad ke-3 Hijriah oleh Abu Hasyim al-Kufi (w. 250 H) dengan meletakkan "al-Sufi" di belakang namanya.

Dalam sejarah Islam sebelum timbulnya aliran tasawuf, terlebih dahulu muncul aliran zuhud. Aliran zuhud timbul pada akhir abad ke-1 dan asal abad ke-2 Hijriah. Rencana ini memberikan penerangan tentang zuhud yang dilihat dari sisi sejarah mulai dari pertumbuhannya musiknya ke tasawuf.

Zuhud menurut para ahli sejarah adalah fase yang mendahului tasawuf. Maqam yang terpenting bagi seorang calon sufi yaitu zuhud yaitu kkeadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dulu jadi zahid Sesudahnya menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi.

Dengan demikian setiap sufi adalah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi. Zuhud tidak bisa menghapus dari doa hal.

Pertama, zuhud sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tasawuf.

Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam dan gerakan protes. ketika tasawuf diartikan adanya kesadaran dan komunikasi langsung antara manusia dengan Allah sebagai wujud ikhsan, maka zuhud merupakan suatu maqam menuju tercapainya perjumpaan atau ma'rifat kepada Allah.

Dalam posisi ini, zuhud berarti menghindar dari berkehendak terhadap hal–hal yang bersifat duniawi atau segala sesuatu selain Allah.

Zuhud adalah -berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan semedi (khalwat), berkelana, puasa, mengurangi makan dan memperbanyak dzikir Zuhud adalah berupaya menjauhkan diri dari kelezatan dunia dan mengingkari kelezatan itu meskipun halal, dengan jalan berpuasa yang kadang–kadang pelaksanaannya melebihi apa yang ditentukan oleh agama. Semuanya itu dimaksudkan demi meraih keuntungan akhirat dan tercapainya tujuan tasawuf, yakni ridha,bertemu dan ma.rifat.

Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak) Islam, dan gerakan protes yaitu sikap hidup yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim dalam menatap dunia fana ini. Dunia dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridhaan Allah SWT, bukan tujuan hidup, dan disadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat–sifat madzmumah (tercela). Keadaan seperti ini telah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya.

Zuhud di sini berarti tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah ada di tangan, dan tidak merasa bersedih karena hilangnya kemewahan itu dari tangannya. Bagi Abu Wafa al-Taftazani, zuhud itu bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu. Mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan kalbunya dan tidak membuat mereka mengingkari Allah.

Zuhud adalah tidak bersyaratkan kemiskinan. Bahkan terkadang seorang itu kaya, tapi di saat yang sama dia pun zahid.-Ustman bin -Affan-Awf adalah para hartawan, tapi keduanyadan -Abdurrahman ibnadalah para zahid dengan harta yang mereka miliki.

Zuhud, sebagaimana yang diteladankan oleh Nabi SAW serta para sahabatnya, tidak berarti berpaling secara penuh dari hal-hal duniawi. Tetapi mengambil jarak atau bersikap moderat dan seimbang (harmonis) di dalam menghadapi dan menjalani hidup di berbagai aspek kehidupan.

Zuhud merupakan salah satu Maqam yang sangat penting dalam tasawuf. Hal ini dapat dilihat dari pendapat ulama tasawuf yang senantiasa mencantumkan zuhud dalam pembahasan tentang Maqamat, meskipun dengan sistematika yang berbeda–beda.

Al- Ghazali menempatkan zuhud dalam sistematika : al-Tawbat, al-Shobr, al-Faqr, al-Zuhd, al-Tawakkul, al-Mahabbah, al-Ma.rifat dan Al-Thusi menempatkan zuhud dalam sistematika : Al-Ridho..al-Tawbat,al-Zuhd, al-Faqr, al-Shobr, al-Ridho,al-Waro,al- Tawakkul, dan al-Ma.rifat.

Sedangkan al-Qusyairi menempatkan zuhud dalam urutan Maqam : al-Tawbat, al Tawakkul, al-Zuhd, al-Waro', dan al-Ridho.Jalan yang harus dilalui seorang sufi licin dan tidak dapat ditempuh dengan mudah tanpa perjuangan.

Jalan itu sulit, dan untuk pindah dari Maqam yang satu ke Maqam yang lain menghendaki usaha yang berat dan waktu yang bukan singkat, kadang–kadang seorang calon sufi harus bertahun–tahun tinggal dalam satu Maqam.

Ada lima pendapat tentang asal–usul zuhud. Pertama, zuhud para sufi dipengaruhi oleh cara hidup rahib-rahib Kristen. Kedua, dipengaruhi oleh Phytagoras yang mengharuskan meninggalkan kehidupan materi dalam rangka membersihkan roh.

Ajaran meninggalkan dunia dan berkontemplasi inilah yang memengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam. Ketiga, dipengaruhi oleh ajaran Plotinus yang menyatakan bahwa dalam rangka penyucian roh yang telah kotor sehingga bisa menyatu dengan Tuhan, maka harus meninggalkan dunia.

Keempat,pengaruh Budha dengan paham nirwananya bahwa untuk mencapainya orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Kelima, pengaruh ajaran Hindu yang juga mendorong manusia meninggalkan dunia dan mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman.

Sementara itu Abu al-A'la Afifi mencatat empat pendapat para peneliti tentang faktor atau asal–usul zuhud.

Pertama, berasal dari atau dipengaruhi oleh India dan Persia.

Kedua, berasal dari atau dipengaruhi oleh askestisme Nasrani.

Ketiga, berasal atau dipengaruhi oleh berbagai sumber yang berbeda-beda kemudian menjelma menjadi satu ajaran.

Keempat, berasal dari ajaran Islam. Untuk faktor yang keempat tersebut Afifi merinci lebih jauh menjadi tiga : Pertama, faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya, al-Qur'an dan al-Sunnah. Kedua sumber ini mendorong untuk hidup wara', taqwa dan zuhud.

Kedua, reaksi rohaniah kaum muslimin terhadap sistem sosial politik dan ekonomi di kalangan Islam sendiri, yaitu ketika Islam telah tersebar ke berbagai negara yang sudah barang tentu membawa konskuensi–konskuensi tertentu, seperti terbukanya kemungkinan diperolehnya kemakmuran di satu pihak dan terjadinya pertikaian politik interen umat Islam yang menyebabkan perang saudara antara Ali ibn Abi Thalib dengan Mu'awiyah, yang bermula dari al-fitnah al-kubraI yang menimpa khalifah ketiga, Ustman ibn Affan (35 H/655 M).

Dengan adanya fenomena sosial politik seperti itu ada sebagian masyarakat dan ulamanya tidak ingin terlibat dalam kemewahan dunia dan mempunyai sikap tidak mau tahu terhadap pergolakan yang ada, mereka mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertikaian tersebut.

Ketiga, reaksi terhadap fikih dan ilmu kalam, sebab keduanya tidak bisa memuaskan dalam pengamalan agama Islam. Menurut at- Taftazani, pendapat Afifi yang terakhir ini perlu diteliti lebih jauh, zuhud bisa dikatakan bukan reaksi terhadap fikih dan ilmu kalam, karena timbulnya gerakan keilmuan dalam Islam, seperti ilmu fikih dan ilmu kalam dan sebagainya muncul setelah praktik zuhud maupun gerakan zuhud.

Pembahasan ilmu kalam secara sistematis timbul setelah lahirnya mu.tazilah kalamiyyah pada permulaan abad ke-2 Hijriah, lebih akhir lagi ilmu fikih, yakni setelah tampilnya imam-imam madzhab, sementara zuhud dan gerakannya telah lama tersebar luas di dunia Islam [15].

Sumber Tokoh Tasawuf Tejo


Post a Comment

Previous Post Next Post
close