Sinopsis Novel Benua Karya Masda Raimunda | Download Ebook

Daftar Isi [Tampil]

Aku duduk di tepi ranjang. Dadaku masih sakit akibat tendangan kaki Gunung, adikku. Tapi jangan tanya, hatiku. Jauh lebih sakit dan hancur. Apa salahku? Aku tidak pernah melakukan yan dituduhkan. Apalagi tidur dengan perempuan bernama Alena. Aku menjaga tubuh juga hatiku hanya untuk Anin. Panggilan kesayanganku padanya.

Tak percaya kalau ini terjadi, justru pada saat aku merasa begitu bahagia. Aku harus melepas Anin untuk Gunung. Selama ini ternyata aku hanya menjaga jodoh adikku. Tahu begitu sudah dari dulu aku merusaknya. Kuremas rambutku membayangkan tatapan adikku.

Bagaimana kabar Anin hari ini? Ponselnya tak pernah aktif lagii Apa dia masih marah? Atau saat ini adikku sedang mcnikmati tubuhnya„ Bagaimana ia sekarang? Aku cemas memikirkannya.

"Belum tidur, Mas?" Tanya Alena dengan penuh ketamahan. Aku muak mendengar panggilan yang tiba-tiba berubah itu. Perempuan tilar!

Kutepiskan tangannya yang menyentuh pahaku.. "Jangan ngambek, dong." Ucapnya sambil melepaskan selimut.

Kutatap tubuh yang mengenakan lingerie berwarna ungu itu. Bukan bernafsu, aku malah muak! Didekatinya aku, digesekannya dadanya pada lenganku. Amarahku semakin memuncak.

"Kamu mau ngapain? Mau menggoda ? Asal kamu tahu, aku tak akan tergoda. Sampai kapan pun!" ”Mas yakin?” Tanyanya dengan suara mendesah!

”Aku selalu yakin dengan apa yang kukatakan, jangan pang;il aku Benua kalau aku tidak bisa membuktikan ucapanku!”

Selesai mengucapkan kalimat tersebut, aku berdiri dan beranjak keluar kamar! Aku akan diam-diam membuktikan, kalau dia tidak hamil anakku. Atau kalaupun hamil, akan kupastikan kalau itu bukan benihku. Karena aku tidak pernah sernbarangan menabur benih.

Hanya Anin yang boleh mengandung anakku. Akhirnya aku kembali ke rumah, setelah tiga hari berada di rumah orang tuaku. Diikuti Alena tentunya. Perempuan itu terlihat sedikit kikuk sekarang. Tidak berani lagi sevulgar pertama kami menikah, Aku tertawa dalam hati, ternyata tidak sulit menaklukannya.

Sikap diam dan dinginku mampu merubahnya dalam seketika.

Teringat saat pagi itu saat kami tengah sampan bersama Bapak dan lbu, ia menyodorkan segelas teh padaku. Tapi tidak kuminum sedikitpun. Ibu sampai bertanya,

"kenapa malahbuat teh sendiri ?" Tanya Ibu saat aku membuat teh dicangkir Iain "Aku tidak mau dalam perangkap siapa pun di sini, cukup sekali dalam hidup ku "

Semua diam, apalagi Alena yang menunduk dengan jemari sedikit bergetar. Aku mulai bisa menebak sumber kebohongan itu, Tapi tidak sekarang, biarkan ia bermain-main sebentar dengan mimpinya sebagai nyonya dokter Benua.

Akan ada saatnya rasa sakitku dialaminya. Ketika mimpi selama bertahun harus hilang dalam hitungan menit.

Saat kami pulang kemari. Kulewati rumah Anin. Tak ada mobil Gun di sana. Apakah ia sudah pulang?

Awalnya aku berharap Anin masih di sana.

Meski tahu kalau Gunung sudah menikahinyam Sayang aku tahu dari Bapak, kalau kekasihku dibawa serta sehari setelah pernikahan mereka,Saat kuhubungi Gun menanyakan kabar Anin, kami malah ribut* Aku takkan pernah rela melcpaskan Anin.

Apalagi pada Gunung. Meski adikku sendiri aku tahu bagaimana kclakuannya diluar sana!

Alena merapikan kamar bersama Ibu, perempuan ular itu segera menjadi menantu kesayangannya. Aku memilih pergi ke rumah sakit dan langsung bekerja.

Berada di rumah membuatku gila,

Semua staff dan rekan medis tak ada yang kagets Ternyata pernikahanku dengan Alena sudah tersebar. Siapa Iagi yang menyebarkan? Aku marah, tapi aku masih diana.

Seluruh rencana sudah ada dikepalaku. Dia akan menangisi drama yang dibuatnya sendiri. Dia tidak tahu tengah berhadapan dengan siapa, hati aku tertawa, jelas ia tidak pernah hamil.

Meski akhir-akhir ini sering mengenakan pakaian longgar untuk menutup kebohongannya.

''Kemarin katanya kamu ke Jakarta?" Tanya Bapak. "lya, ada seminar." Jawabku. "Ketemu Gunung?" "Ketemu, Pak."

"Bagaimana Nandhita?" Tanya Bapak lagi. "Aku nggak tahu, kami tidak bertemu." Acara sarapan itu berlanjut sampai selesai dengan diamku. Alena masih berusaha mengajak kedua orang tuaku mengobrol. Narnun dengan segera aku pamit dengan alasan berangkat ke rumah sakit.

Dalam perjalanan, aku membelokkan mobilku. Memasuki sebuah kompleks perumahan. Jam segini biasanya sudah sepi. Ini adalah rumah yang kubeli beberapa bulan lalu.

This is a non-benefit site to share the information. To keep up this site, we need your assistance. A little gift will help us alot.alert-info

Trakteer Coffe Admin/button

Post a Comment

Previous Post Next Post
close