Novel LANTING BRUGA Oleh: Pancur Lidi

Daftar Isi [Tampil]

Sinopsis : Ambisinya menjadi Dewa Pedang menjadi lebih besar setiap waktu, meski tubuhnya mengalami kecacatan.Lanting Beruga memilih jalan paling sulit untuk hidupnya, menjadi orang paling kuat di bumi Javadwipa.Namun sebelum hari turnamen bela diri di mulai, Lanting Beruga dirasuki oleh Roh Api yang berusaha mengambil alih tubuhnya.Dari sini perjalanan Lanting Beruga telah dimulai


Pemuda Kecil Yang Cacat

Menara tiga bintang penuh sesak oleh pemuda Hari ini adalah jadwal pertandingan antar pendekar yang diadakan setiap satu tahun sekali Lanting Beruga baru saja mendatarkan dirinya, tapi langsung mendapatkan ejekan dan caci maki dari pendekar muda yang lain.


Bagaimana kau mau bertarung, sementara tubuhmu memiliki perjuangan?Berkacalah Lanting Beruga, pertandingan kali ini bukan hanya antara pemuda di desa kita saja, banyak peserta dari desa lain, bahkan katanya akan ada perwakilan dari sekte Pedang Perak!


Sekte Pedang Perak adalah perguruan yang menguasai Kota Ranting Hijau Mereka jarang menurunkan murid untuk mengikuti pertandingan antar pendekar muda, karena satu alasan.


Mereka pasti menang.

Namun hadiah yang ditawarkan musim ini cukup menggiurkan, sebuah kitab yang mempelajari 3 dasar keinginan pedang Satu dasar keinginan pedang saja setara 1000 koin emas, uang yang begitu banyak, cukup untuk hidup 10 tahun tanpa bekerja.Kau hanya akan mempermalukan desa kita! Sadar dirilah!


Mendapat cacian itu, Lanting Beruga hanya tersenyum ketir, kutipan teman-temannya tidak sepenuhnya salah "Tubuhnya memang cacat" "Kembalilah ke gubuk reotmu!" salah satu pendekar muda lain mengadu, lalu tertawa kecil.


Benar juga, merengeklah bersama orang tua bertangan buntung itu, hahaha!

Seno Geni, namamu saja membuat kami jijik!


Mendengar kata-kata itu, Lanting Beruga berbalik arah, melayangkan kepalan tinjauan tepat ke wajah pemuda berambut ikal. Tidak ada orang yang menghina kakeknya Pukulan itu mendarat tepat di wajah, tapi selang beberapa saat kemudian, Lanting Beruga berteriak keras.


Tubuh pemuda berambut ikal terasa begitu keras, dua jari tangan Lanting Beruga hampir saja patah "Lemah sekali!" ucap pemuda itu, lalu melayangkan kepalan yang membuat tubuh Lanting Beruga terlentang dengan darah keluar dari bagian hidungnya.


Kau tidak mungkin menang, manusia cacat! Lantas mereka semua pergi meninggalkan Lanting Beruga itu sendiri Menyeka darah yang dari lubang hidungnya, lalu berusaha berdiri dengan susah payah, Lanting Beruga akhirnya melangkah menuju jalan pulang.


Tidak jauh dari jalanan itu, berdiri seorang gadis berbibir tipis dengan pakaian hijau muda, "Lila Sari" Gadis itu merupakan sahabat kecil Lanting Beruga, tapi menjelang remaja, Lila Sari mulai menjauh dari pemuda itu Di era ini, tenaga dalam menguasai hampir seluruh dataran dunia.


Bocah berusia 10 tahun saja sudah mulai memahami konsep energi tersebut, lalu bagaimana mungkin Lanting Beruga yang telah berusia 15 tahun tetap tidak mengerti,Lila Sari tidak mungkin bersahabat dengan Lanting Beruga, pemuda itu tidak memiliki masa depan.

Lanting Beruga cukup sadar diri, jadi dia membuang muka dari Lila Sari, dan terus melangkah pulang. "Lanting!" Serua wanita tua dari dalam gubuk reot, "apa yang terjadi dengan hidungmu!" Wanita itu tak lain adalah neneknya sendiri, Wulandari. Si nenek yang begitu cerewet tapi sangat menyayanginya. Buru-buru Wulandari mengambil pakaian usang dari dalam lipatan, menyeka darah yang tersisa di hidung Lanting Beruga. Ah, Lanting Beruga sudah menyeka darah ini, dan semoga baik-baik saja agar neneknya tidak khawatir, tapi usaha ternyata gagal. "Pemuda mana yang menghajar dirimu?!" ucap Wulandari, "aku akan memukul kepalanya, bahkan menghajar ke dua orang tuanya!" "Nenek, jangan membuat malu diriku!" ucap Lanting Beruga, "ini hanya luka kecil, lagipula tidak ada yang mengalahkan diriku!" Wulandari menyipitkan mata, cucu di selalukan memang selalu demikian, memperhatikan-pura kuat dan menahan udara ketika sakit. Namun Wulandari pernah menjadi seorang pendekar, -tidak terlalu hebat seperti suaminya, tapi dia begitu paham mana luka karena pukulan atau luka biasa saja? "Dimana kakek?" tanya Lanting Beruga. "Kakekmu sedang mengurus domba," ucap Wulandari. Lanting Beruga menemui kakeknya di belakang gubuk. Seorang pria tua bertangan buntung sedang duduk di atas potongan kayu seraya menghitung puluhan domba yang ada di depan dirinya. Ini adalah padang rumput yang cukup luas. Banyak orang yang ingin membeli padang rumput itu, tapi Seno Geni bersikukuh untuk tidak menjualnya. Angin laut tanpa halangan bertiup kencang di padang rumput ini, bahkan akan terdengar suara ombak menderu menghantam cadas penghalang. "Apa kau kehilangan domba lagi, Kakek?" Lanting Beruga, kehadirannya membuat Seno Geni terkejut bukan kepalang. Butuh tiga tarikan nafas agar pak tua terlihat tenang, tapi setelah melihat wajah cucunya, Seno Geni tertawa kecil. "Aku menghitung domba-domba ini, tapi otakku mulai tumpul. Kadang kala kembali 20 kadang kala 25, eh kadang cuman 15!" "Itu karena Kakek sudah rabun!" Lanting Beruga bergurau kecil. Domba-domba ini bukan milik Seno Geni, ini hanya domba Pemimpin Desa yang diurus oleh Seno Geni. Dari upah pengurusan piaraan inilah, mereka bertiga bisa makan. Tidak jauh dari mereka berdua, ada makam cukup besar. Nisan makam itu berbentuk seperti kuku yang dibuat dari batu. Kata Seno Geni, itu adalah makam sahabatnya, Srigala hitam yang setia. Telah meninggal ketika usia Lanting Beruga baru menginjak umur dua tahun. Di sebelah makam itu, ada pula makam yang terlihat begitu bersih, bunga-bunga merah kuning masih basah di atas permukaan tanah. Itu adalah makam ibu Lanting Beruga, meninggal ketika melahirkan dirinya. Benar-benar ironi sekali nasip ini, Seno Geni kehilangan sahabat dan menantunya dalam satu bulan bersamaan. Lalu bulan berikutnya, putra semata wayang malah pergi entah kemana. "Kakek, aku akan mengikuti pertandingan antar pendekar muda di menara tiga bintang, katanya hadiah yang didapatkan cukup besar, 3 dasar keinginan pedang!" Mendengar hal itu, wajah Seno Geni menjadi tegang. Lanting Beruga tidak pernah bertarung sebelumnya, lalu bagaimana dia bisa mengikuti pertandingan itu? Dari bayi merah, Lanting Beruga memiliki hampir semua yang bisa dikatakan sangat langka. Dia tidak bisa membangkitkan tenaga di dalamnya. Ketika dunia ini didukung dengan Tenaga Dalam, pemuda ini malah tidak memilikinya sama sekali.




Baca Novel Selengkapnya




Post a Comment

Previous Post Next Post
close