Gratifikasi yang Wajib Dilaporkan

Daftar Isi [Tampil]

 Penolakan Gratifikasi yang Dianggap Suap pada Kesempatan Pertama

Definisi Pasal 12B menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat netral. Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima. Jika pemberian memiliki potensi benturan kepentingan dengan pegawai negeri/penyelenggara negara, dan pemberian tersebut dilarang oleh aturan yang berlaku, maka merupakan jenis gratifikasi yang harus ditolak oleh setiap pegawai negeri/penyelenggara negara.

Penolakan atas penerimaan gratifikasi tersebut, perlu dilaporkan oleh pegawai negeri/ penyelenggara negara ke instansinya atau KPK. Pencatatan atau pelaporan atas penolakan dapat berguna sebagai alat pemutus keterkaitan antara pegawai negeri/ penyelenggara negara dengan pihak pemberi. Dalam hal pihak pemberi dinilai telah memenuhi unsur suap dan diproses sesuai hukum yang berlaku, maka keberadaan pencatatan atas penolakan penerimaan menjadi penting untuk memperlihatkan adanya itikad baik dari pegawai negeri/penyelenggara negara dalam menangkal upaya suap kepada dirinya. Dari aspek pemberi, pihak pemberi tetap dapat dijerat meskipun pegawai negeri menolak atau tidak menerima.

Kewajiban penolakan gratifikasi yang dianggap suap ini dapat diatur lebih lanjut pada peraturan internal di Kementerian atau Institusi Negara/Daerah dengan kondisi pengecualian sebagai berikut:

  1. Gratifikasi tidak diterima secara langsung;
  2. Tidak diketahuinya pemberi gratifikasi;
  3. Penerima ragu dengan kualifikasi gratifikasi yang diterima;
  4. Adanya kondisi tertentu yang tidak mungkin ditolak, seperti: dapat mengakibatkan rusaknya hubungan baik institusi, membahayakan diri sendiri/karier penerima/ada ancaman lain.

Bagi Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri yang ingin mengidentifikasi dan menilai apakah suatu pemberian yang diterimanya cenderung ke arah gratifikasi dianggap suap/suap atau tidak dianggap suap dapat mengajukan beberapa pertanyaan reflektif seperti berikut ini:



Dalam hal gratifikasi yang memenuhi empat kondisi pengecualian di atas, maka gratifikasi tersebut wajib dilaporkan pada KPK melalui masing-masing Unit Pengendali Gratifikasi.

Gratifikasi yang Wajib Dilaporkan

Gratifikasi yang wajib dilaporkan merupakan penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh
pegawai negeri/penyelenggara negara dari pihak-pihak yang diduga memiliki keterkaitan dengan jabatan penerima. Gratifikasi tersebut haruslah merupakan penerimaan yang dilarang atau tidak sah secara hukum. Dengan kata lain, sesuai dengan rumusan Pasal 12B, hal itu disebut juga gratifikasi yang bertentangan dengan kewajiban atau tugas pegawai negeri/ penyelenggara negara.

Dalam praktik, seringkali terdapat gratifikasi yang terkait dengan jabatan penerima, tetapi penerimaan tersebut sah secara hukum. Misal: seorang bendahara penerimaan yang menerima uang dari pihak lain sebagai bagian dari pelaksanaan tugasnya yang sah. Jika dilihat dari dari sudut pandang gratifikasi yang terkait dengan jabatan, maka penerimaan tersebut telah memenuhi unsur “berhubungan dengan jabatan”. Akan tetapi, penerimaan tersebut bukanlah hal yang dilarang dalam konteks Pasal 12B, karena si bendahara memang mempunyai kewenangan untuk menerima uang tersebut. Dengan kata lain, penerimaan tersebut sah secara hukum sehingga tidak berlawanan dengan tugas dan kewajibannya.

Di bawah ini adalah contoh-contoh gratifikasi yang berkembang dalam praktik yang wajib dilaporkan oleh penerima gratifikasi pada KPK, antara lain gratifikasi yang diterima:

  1. terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat
  2. terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran
  3. terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit, monitoring dan evaluasi;
  4. terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas (note: di luar penerimaan yang sah/resmi dari instansi PN/Pn);
  5. dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai;
  6. dalam proses komunikasi, negosiasi dan pelaksanaan kegiatan dengan pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya;
  7. sebagai akibat dari perjanjian kerjasama/kontrak/kesepakatan dengan pihak lain yang bertentangan dengan undang-undang;
  8. sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama atau setelah proses pengadaan barang dan jasa;
  9. dari Pejabat/pegawai atau Pihak Ketiga pada hari raya keagamaan;
  10. dalam pelaksanaan pekerjaan yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban/tugasnya.


Gratifikasi yang Tidak Wajib Dilaporkan

Pada dasarnya semua gratifikasi yang diterima pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib dilaporkan kepada KPK kecuali yang terdapat pada “negative list” atau daftar gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan.

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup gratifikasi, perlu juga diuraikan bentuk-bentuk gratifikasi di luar yang wajib dilaporkan. Karena secara prinsip terdapat begitu banyak bentuk pemberian yang sesungguhnya tidak terkait sama sekali dengan jabatan dan tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, sehingga gratifikasi tersebut tidak wajib dilaporkan.

Karakteristik gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan secara umum adalah:

  1. pemberian dalam  keluarga yaitu  kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, anak angkat/wali yang sah, cucu, besan, paman/bibi,  kakak/adik/ipar, sepupu dan keponakan, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan;
  2. keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum;
  3. manfaat dari koperasi, organisasi kepegawaian atau organisasi yang sejenis berdasarkan keanggotaan yang berlaku umum; 
  4. perangkat atau perlengkapan yang diberikan kepada peserta dalam kegiatan kedinasan seperti seminar, workshop, kenferensi, pelatihan, atau kegiatan sejenis, yang berlaku umum;
  5. hadiah tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, yang dimaksudkan sebagai alat promosi atau sosialisasi yang menggunakan logo atau pesan sosialisasi, sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan dan berlaku umum;  
  6. hadiah, apresiasi atau penghargaan dari kejuaraan, perlombaan atau kompetisi yang diikuti dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan;
  7. penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan  peningkatan  prestasi  kerja  yang  diberikan  oleh  pemerintah  sesuai  dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  8. hadiah langsung/undian,  diskon/rabat,  voucher,  point rewards, atau suvenir yang berlaku umum dan tidak terkait kedinasan;
  9. kompensasi  atau honor atas profesi  diluar  kegiatan kedinasan yang  tidak  terkait  dengan tugas dan kewajiban, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan dan tidak melanggar peraturan/kode etik pegawai/pejabat yang bersangkutan;
  10. kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan yang telah ditetapkan dalam standar biaya yang berlaku di instansi penerima Gratifikasi  sepanjang tidak  terdapat  pembiayaan ganda,  tidak  terdapat konflik  benturan  kepentingan, dan  tidak melanggar ketentuan  yang  berlaku  di  instansi  penerima;
  11. karangan bunga sebagai ucapan yang diberikan dalam acara seperti pertunangan, pernikahan, kelahiran, kematian, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya, pisah sambut, pensiun, promosi jabatan;
  12. pemberian terkait dengan pertunangan, pernikahan, kelahiran, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap pemberi;
  13. pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh diri penerima Gratifikasi, suami, istri, anak, bapak, ibu, mertua, dan/atau menantu penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan, dan memenuhi kewajaran atau kepatutan;
  14. pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah sambut, pensiun, mutasi jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya paling banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus riburupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama,  sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan;
  15. pemberian sesama rekan kerja yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, dan tidak terkait kedinasan paling banyak senilai Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu)tahun dari pemberi yang sama;  
  16. pemberian berupa hidangan atau sajian yang berlaku umum; dan
  17. pemberian cendera mata/plakat kepada instansi dalam rangka hubungan kedinasan dan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Ketentuan tentang gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan di atas tidak berlaku apabila dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau peraturan instansi penerima gratifikasi.

Post a Comment

Previous Post Next Post
close