Bagaimana Hukum Berqurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal Dunia

Daftar Isi [Tampil]
Screenshot Trans Media

Terkadang menjadi impian bagi seseorang yang sudah Mampu berkurban dan Ingin berkurban pula ia mengatas namakan hewan qurbanya untuk orang tua orang lain atau sanak famili akan tetapi mereka sudah meninggal dunia Bagaimana hukum dari permasalahan tersebut?

Berkurban atas nama orang yang sudah meninggal menurut Buku Fiqh Qurban dari PC LBM NU (Pengurus Cabang Lembaga Bahtsu Masail Nahdlotul Ulama) Kab.Madiun, Hal 43-45 Ialah:

Berkurban atas nama orang yang sudah meninggal

Imam Muhyiddin Syarf an- Nawawi dalam kitab Minhaj ath- Tholibin Dengan tegas menyatakan tidak ada qurban untuk orang yang telah meninggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.


Muhyiddin Syarf an- Nawawi dalam kitab Minhaj ath- Tholibin, Bairut-Dar al-fikr, cet ke-1, 1425H2005 M, h. 321

"Tidak sah berqurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang sudah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk diqurbani" (Muhyiddin Syarf an- Nawawi dalam kitab Minhaj ath- Tholibin, Bairut-Dar al-fikr, cet ke-1, 1425H/2005 M, h. 321)

Namun ada pandangan lain yang menyatakan kebolehan berqurban untuk orang yang sudah meninggal dunia sebagai mana telah di kemukakan oleh Abu al Hasan al-Abbadi. Alasan pandangan ini adalah bahwa berqurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang meninggal dunia adalah SAH dan bisa memberikan kebaikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.


Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al Majmu' Syarh al muhadzdzab, Bairut-Dar al-fikr, tt,juz 8, h. 406

"Seandainya seseorang berqurban untuk orang lain tanpa seizinya maka tidak bisa. adapun berqurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al -Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang sudah meninggal itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagai mana ketetapan ijma' para ulama"(Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al Majmu' Syarh al muhadzdzab, Bairut-Dar al-fikr, tt,juz 8, h. 406 )

Di kalangan Ma'dzab Syafi'i sendiri pandangan yang pertama dianggap sebagai pandangan yang lebih sahih (ashah) dan dianut mayoritas Ulama dari kalangan madzab Syafi'i. Kendati pandangan yang kedua tidak menjadi pandangan mayoritas ulama Madzab Syafi'i, namun pandangan kedua didukung oleh Madzab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Hal ini sebagai mana yang terdokumentasi dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.


Wizarah al-Awqof wa asy-Syu'un al-Islamiyyah-Kuwait, Mausu'ah al- Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Bairut-Dar as-Salasil, juz 5, h.106-107

"Adapun jika (orang yang telah meninggal dunia) belum pernah berwasiat untuk di qurbani kemudian ahli waris atau orang lain mengurbani orang yang telah meninggal tersebut dari hartanya sendiri maka madzab Hanafi, Maliki, Hanbali memperbolehkanya . hanya saja menurut Madzab Maliki boleh tapi makruh. Alasan mereka adalah karena kematian tidak bisa menghalangi orang yang meninggal dunia untuk bertaqorrub kepada Alloh sebagaimana dalam sedekah dan ibadah haji " (Wizarah al-Awqof wa asy-Syu'un al-Islamiyyah-Kuwait, Mausu'ah al- Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Bairut-Dar as-Salasil, juz 5, h.106-107 )
Previous Post Next Post
close